Demokratisasi Data

Photo by Lukas on Pexels.com

Saat ini pekembangan dunia digital telah memudahkan akses informasi di berbagai bidang. Internet sebagai varian digital telah merubah kehidupan kita dari urusan rumah tangga hingga urusan bernegara. kerennya disebut internet of things (IoT), segala kehidupan berkaitan dengan komputer atau internet. 

Adanya IoT, hampir segala urusan kehidupan kita, dari dapur (grabfood, gofood) hingga urusan keuangan (fintech) merubah prilaku kita. lainnya, artificial intelligence (AI), Data Besar dan Algoritma mengatur perangkat di internet berjalan seperti otak manusia.

Dunia internet adalah bank data yang menyimpang berjuta informasi. Tak salah jika Data dalam dunia digital sangat berharga bahkan sebagian orang berpendapat harga ekonomi sebuah datad dapat melebihi harga minyak. Tak ayal, banyak institusi yang berlomba-lomba memiliki Bank data untuk banyak keperluan. Facebook hanyalah salah satu contoh bagaimana himpunan data yang disimpan perusahaan milik Mark Suckerberg ini menentukan psikologi pemilih di Amerika Serikat. Belum lagi perusahaan keuangan yang membutuhkan data untuk keperluan pasar. 
Bagaimana dengan  kita Indonesia? Sebenarnya data yang kita miliki sangat banyak jika dilihat dari jumlah penduduknya. Dengan sekitar 260 juta orang, Indonesia adalah data besar (Big Data) yang berguna untuk banyak kepentingan dari menyelesaikan persoalan seperti kemiskinan, pengangguran dan kesehatan hingga kepetingan politik. Dengan data yang tepat persoalan sosial ekonomi  Ekonomi, politik dapat diketahui hingga tepat dalam pengambilan keputusan.

Demokratisasi Data
Vivi Alatas dalam artikelnya di Kompas (31/10/2019) menyebut pentingnya data sebagai upaya untuk mencerdarkan bangsa. Menurutya, dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapi Indonesia sudah saatnya pemerintah mengambil kebijakan berdasarkan bukti bukan sekadar intuisi atau persepsi.

Persoalan ketimpangan social, buruknya pelayanan kesehatan adalah satu dari berbagai persoalan kompleks yang membutuhkan data valid. Kita punya BPS yang menyediakan data masyarakat Indonesia dalam angka kuantitatif. Institusi ini sudah melakukan upaya penyebarluasan informasi yang menjadi rujukan pemerintah, lemabaga swasta dan masyarakat dalam pengambilan kebijakan. Upaya demokratisasi data sudah dijalankan.

Sebuah upaya dari lembaga non-pemerintah yang terus mendorong demokratisasi informasi yang dalam bahasa Vivi Alatas—langkah mencerdaskan bangsa adanya platform Drone Emprit. Ismail Fahmi melalui lembaganya Drone Emprit mengukur secara kuatitatif percakapan warga di internet.  Langkah ini berharga di tengah miskinnya sajian data atau informasi yang sifanya ‘tertutup’. 

Melalui Drone Emprit kelompok studi dari berbagai kalangan dapat berdiskusi  dan saling menyebarkan informasi guna kepetingan pendidikan informasi yang diberi nama drone emprit academy (DEA). 
Ini sebagau bentuk literasi digital di era digital di Indonesia. 

Sebagai bentuk literasi digital, DEA berkontribusi mencerdaskan warga melalui sebaran informasi. Informasi ini dibutuhkan public sebagai pendidikan mengelola informasi sehingga tidak berujung pada penyebaran informasi yang salah atau hoaks.

Di era digital sekarang ini banyak informasi yang tersebar namun banyak ragamnya, baik yang sifatnya terverifikasi atau hanya sekedar infrmasi palsu (hoaks).

Sudah saatnya warga dicerdaskan dengan data.